Minggu, 20 Januari 2013

Kabar Banjir dari Jakarta

Beberapa hari lalu Jakarta jadi headline surat kabar indonesia. Berita banjir yang sudah tidak asing lagi setiap musim hujan tiba. Tapi tahun ini, melampaui rekor banjir tahun 2007. Bahkan beritanya meluas ke seluruh dunia, ini juga mungkin berkat perkembangan teknologi informasi yang maju pesat. Amerika Serikat, Malaysia juga turut memberi bantuan sosial. Banjir parah tahun 2013 ini jadi kado muram untuk Gubernur DKI yang baru: JOKOWI. Janji kejutan di bulan ini mungkin dipending dulu melihat banjir tahun ini luar biasa hingga membawa korban meninggal. Memang PR berat bagi JOKOWI dan jajarannya yang belum genap 100 hari. Banjir Jakarta kali ini juga mempengaruhi pengiriman uang kepada orangtua di kampung yang anaknya bekerja di Jakarta. Komentar dari orang-orang yang saya temui berseloro; "Pemukiman di Jakarta serba semen, aspal, sementara resapan airnya tidak ada. gimana tidak bankir?" Jakarta menurut prediksi ilmuan eropa sono mempunyai daratan yang rendah, bisa hilang dari peta menjadi lautan. Rasanya sudah perlu ibukota Indonesia untuk dipindah ke daerah lain. Hanya saja ini juga menjadi dilema...

Rabu, 27 Juni 2012

Rindu Hujan

Sudah hampir sebulan mungkin, saya sudah tak lagi berjumpa dengan hujan yang intensitasnya lebih. Hanya sekali-kali menggoda dengan hujan rintik-rintik. Padahal kalau dia datang dengan keluarga besarnya, saya terkadang juga was-was apakah saya bisa menerimanya sebagai tamu yang seharusnya kita sambut dengan suka cita. Sebab bila itu terjadi saya lebih banyak menunjukkan rasa cemas yang berlebih karena tidak pernah menyiapkan jauh-jauh hari agar kedatangannya justru menjadi berkah kehidupan. Rindu Hujan itu memang terkadang kala kita tak lagi menjumpai kedatangannya dalam waktu yang lama. Ini mungkin manusiawi bagi yang mempunyai kepekaan terhadap dunia sekitarnya. Ini pelajaran berharga bagi eksistensi kita sebagai manusia, agar hidup kita tetap mengakar ke bumi. Karena di sanalah tempat kita terakhir berbaring di dunia. Rindu hujan juga mungkin sebagai awal jembatan mengenali lebih intens Sang Pencipta hujan. Rindu Hujaaaaaaaaan!

Senin, 07 Mei 2012

Mendung Menggantung

Melihat cuaca mendung, energi matahari redup seketika. Begitu alamiah pandangan fatamorgana ini. Serbuan itu bisa berbentuk pasukan angin dingin. slide-slide film dalam pikiran menawarkan drama kasur empuk, selimut hangat, di luar sebentar lagi hujan, jalanan becek, banjir menggenang menyebabkan beberapa ruas jalan menuju tempat kerja macet, ada jatah cuti yang belum diambil, istri menggoda. Semua serbuan itu mengarah pada menara suar pikiran kita, dan akhirnya merambat sampai ke segala divisi di tubuh kita. Kita bisa tiba-tiba lesu, aliran sungai pikiran mampet. Rencana semula bisa berubah hanya gara-gara Mendung menggantung. Target yang ingin kita capai jadi menggantung... Seorang pendaki gunung mungkin hal biasa menemui cuaca Mendung Menggantung. Karena terbiasa itu, lama-lama seperti sudah menjadi bagian dari keluarga. Sahabat yang selalu menemani. Tresno jalaran seko kulino. Cinta karena terbiasa bertemu. Tidak kenal maka tak sayang. Cuaca mendung menggantung bukan menjadi momok atau musuh tetapi malah justru jadi sahabat. Sahabat yang memberi kehangatan. Kehangatan pikiran, menyibak segala awan gelap. pancaran pikiran seperti matahari bersinar terang. Jalan seperti mudah dilalui. Tidak ada salahnya, Cuaca Mendung Menggantung mulai kita masukkan sebagai bagian keluarga yang harus kita perhatikan. Agar hidup kita selalu seimbang. Tidak hanya memikirkan diri sendiri. Yang mengundang Cuaca Mendung menjadi persoalan.****(kr.asem,08/052012)

Rabu, 26 Oktober 2011

Malam sepi, basah tanah. Udara bersahabat. Siang tadi hujan mengguyur deras. Sempat membuatku cemas. Karena belum satu minggu ini, datang hujan mulai rutin selepas terik matahari pagi sampai siang. Masih membekas memori hujan tahun lalu, atau mungkin di awal tahun ini (butuh buka2 diary lagi); rumahku diserbu air hujan, akibat pengelolaan saluran air desa yang dibiarkan dijejali sampah rumah tangga. Padahal pihak desa sudah menguras kali dan got sedemikian dalam dibarengi pembuatan tong sampah permanen atas nama proyek desa. Namun tetap saja mental perilaku semau gue dari masyarakat yang tidak ikut kena 'proyek'. Tidak ikut diperbaiki, akhirnya pembangunan yang menggunakan uang rakyat menjadi kurang bermanfaat. Tentu saja, 'mereka-mereka' tidak memikirkan ini karena proyek2 semacam itu sesungguhnya untuk memenuhi perutnya sendiri. Suatu 'penyakit kronis' yang menjangkiti hampir semua institusi pemerintah yang seharusnya menjadi contoh masyarakat ke hal pembangunan mental yang tidak korup (ups!). Air hujan yang mengalir di selokan yang tersumbat sampah2 rumah tangga itu akhirnya meluap ke arah rumahku yang berdiri di pinggir kali dan terminal terakhir air selokan menuju kali. Air itu sudah tercampur sampah rumah tangga dan kotoran2 kambing yang mungkin terbawa arus. Kalau sudah begini tetangga yang tidak terima biasanya antara sesama tetangga terjadi cekcok hanya gara2 masalah selokan. Untung saya tidak ikut2 seperti mereka. Lebih pada memikirkan diri sendiri; kapan nih saatnya mulai meninggikan pondasi dan halaman rumah, sehingga bila datang hujan lagi tak perlu was2 rumahnya kebanjiran. Malam mulai larut. Hujan siang tadi menyegarkan keinginan menulis lagi, membuka blog ini pun gak sengaja. Untung passwordnya masih kusimpan (thx mbah google, menuntunku kembali menulis, menulis hujan).***[pojok toko:26102011]

Kamis, 04 November 2010

Hujan Sebentar

Dari kemarin (3/10/10) HUJAN belum mau turun. Tadi siang, hujan turun dengan malasnya. Tidak begitu lama, hujan berhenti. Udara masih terasa sumuk. Mungkin hujan akan turun lagi. Tak begitu lama, seorang kawan datang. Tentunya mau sekadar ngobrol atau ngopi seperti biasa. Langit masih terlihat mendung disertai suara guntur; jadi ingat hujan debu kemarin dari meletusnya gunung Merapi (wah sampai juga debunya di tegal). Ada yang bilang, meletusnya Merapi masih tahap pemanasan. Karena meletusnya gunung Merapi yang lebih dahsyat tinggal menunggu waktu. Wallahu'alam. Hanya Allah yang punya rencana. Kita hanya berdo'a semoga bencana demi bencana menyadarkan para pemimpin Indonesia untuk lebih peka terhadap penderitaan rakyatnya. Kawanku pulang melihat langit semakin gelap, hujan sebentar lagi turun. Dan benar, orkestra hujan mulai dimainkan. Masih mengalun lembut. Intronya mungkin begitu. Nikmati sajalah. Hujan adalah berkah dari maha penguasa. Allah subhanahu wa ta'ala. (pojok konter fids.4/10/10)

Selasa, 24 Maret 2009

Gerimis di antaraTerik Matahari

Siang ini anak-anak sekolah mulai memenuhi jalan, sehingga jalan disesaki kendaraan. Dari motor, truk, bus dan andong. Siang terik begini, hujan masih bisa memberi kabar: kalau aku belum rela meninggalkanmu.

Mungkin, ia tak rela aktifitas manusia sepanjang pagi hingga siang ini tak henti-hentinya dipenuhi peluh keringat bercucuran, ucapan-ucapan penuh keluh kesah. Apalagi jalan jadi macet begini, ini masih untung tidak terjadi di jakarta yang ruwet dan semrawut tapi sebuah kota kecil kecamatan yang skala kemacetannya masih bisa ditolerir.

Sepanjang perjalanan naik motor ternyata kepalaku juga sedang melajukan motor dengan jalan meliuk-liuk, dengan harapan; begitu sampai di warnet kepalaku bisa ditumpahkan di blog ini.

Gerimis tadi, mengingatkan kepalaku bahwa keadaan apapun pasti ada sesuatu yang bisa kita berikan. Terserah mau diterima atau tidak.(baca: masih dalam proses penjajakan dan pendalaman). Dan gerimis adalah setitik asa yang menyelinap di antara ruang sempit dan pengap, di antara terik matahari yang menyengat.

Kamis, 19 Maret 2009

Pergantian Musim

Beberapa hari ini, hujan tak lagi datang. Hanya kabar burung lewat cuaca gelap terang, kalau hujan mau datang. Sekarang udara begitu kencang dari selatan. Suasana di dalam rumah terasa panas walaupun hari sudah malam. Para tetangga keluar seperti laron-laron keluar dari tempat persembunyiannya. Ada yang buka baju, ada juga yang sekadar misuh-misuh dengan keadaan yang berubah. Panas teing!

Para sales keliling justru merasa gembira dengan datangnya musim baru, musim kemarau telah tiba, omset penjualan barang dagangan jadi meningkat dibanding bila hujan melulu, itu sebagian kata sales lho yang kebetulan saya jumpai.

Para pejabat di jakarta, juga mungkin sekarang duduk agak nyaman. Tidak lagi diributi masalah banjir melulu yang tak pernah ada niatan yang tulus untuk memperbaiki keadaan. Yang penting sekarang bagaimana mengamankan kursi agar tetap nyaman selamanya ha...ha..ha..

Padahal sebenarnya sama saja, mau ganti musim atau gak masalah ada saja datang. Coba sekarang lihat, banyak anak-anak maupun orangtua pada terkena penyakit batuk, pilek, diari dan sebentar lagi mungkin wabah demam berdarah....

Jadi pergantian musim ini kita jadikan saja sebagai pergantian cara kita melihat apa yang musti kita lihat...terserah mau dengan cara apa kita.

Jumat, 06 Februari 2009

Pengalaman Saat Hujan

Pertama, aku pejamkan dulu mataku, aku bayangkan secangkir cappucino sudah tersaji di meja dekat balkon lantai dua.Di kejauhan aku hanya disuguhi pemandangan alam hijau pegunungan sejuk sedikit dingin. Hujan gerimis seperti denting musik yang menenteramkan hati.Di depanku sebuah laptop yang sudah kunyalakan sebelum mataku terpejam. Laptop adalah sebuah lantai dansa, tanganku akhirnya menari-nari di atasnya. Melenturkan otot-otot dalam tubuhku. sel-sel otakku berdenyar-denyar. Selintas suara musik menarik-narik tanganku, tika panggabean menyuruhku Ayo goyang duyu..
Di dalam pejaman mataku, hujan masih terus berlangsung. Satu-satu butiran hujan membentuk sebuah gambar besar di depanku, di sana terlihat alam pegunungan di daerah kaliurang. Bersama teman-teman mahasiswa dari seluruh fakultas menginap di dalam losmen sejahtera. Satu sama lain sebenarnya tidak begitu mengenal akrab. Hanya karena faktor disatukan lewat ospek dulu, kami jadi akrab.Apalagi sekarang bertemu lagi lewat diklat jurnalistik, kami jadi banyak temen yang saling akrab. Gambar yang bisa tampil lewat butiran hujan hanya sosok Eny, dari fakultas hukum uii kalau gak salah, ada jimmy fakultas ekenomi kalau gak salah.Dan gambar yang paling besar adalah sosok Ahmadun Y Herfanda. wartawan-kalau gak salah- masakini yang almarhum- yang kemudian hijrah ke republika (sampai sekarang y?), di situ juga si penulis resensi yang produktif (Miska siapa, butiran hujan tidak menampakkan lebih jelas sosok tersebut)yang terakhir adalah aktivis yang menggerakkan diklat (sholeh UG, yang sekarang sepertinya sedang menikmati jadi pengusaha penerbitan buku di jogja)..
Itulah sebagian pengalaman hujan yang ditampilkan butir-butir hujan saat aku terpejam..

Hujan sudah Berhenti

Hujan sudah berhenti.Hanya dingin kalau malam terasa menggigit.Hari ini, matahari sudah bebas.Tak ada lagi serangan hujan.Orang-orang sepertinya lebih banyak bergerak. Warung-warung yang tadinya mengkerut kembali bergairah.Entah berapa lama gencatan hujan. Yang jelas, hari ini jalan-jalan sudah dipenuhi kendaraan.Jendela-jendela rumah terbuka lebar. Orang-orang keluar dari rumah seperti apa yang dilakukan laron-laron.
Di kampungku hari ini, sebagian masyarakatnya menggantungkan hidupnya dari tani. Jagung-jagung dijemur di halaman rumah. Tetapi sebenarnya yang banyak andil dalam menggerakkan  denyut ekonomi mereka adalah dari sektor industri perkapuran. Hanya saja sektor potensial ini hanya digerakkan dengan manajemen tradisional. Akibatnya bila musim-musim seperti ini sebagian besar pabrik-pabrik pemroses gamping jadi mati suri. Mereka kemudian, terutama buruhnya kembali ke sektor pertanian.
Hidup di kampungku adalah hidup dengan alam penghujan. Menerima hujan sebagai hujan. Para pelurus hidup nyemplung juga dalam kubangan lumpur.Awan jadi hitam dan hujan terusmenerus. Masyarakatnya tersembunyi dalam tempurung. Pemecah tempurung yang telah selesai mengasah kapak di kota juga ikut masuk dalam tempurung.