Jumat, 06 Februari 2009

Pengalaman Saat Hujan

Pertama, aku pejamkan dulu mataku, aku bayangkan secangkir cappucino sudah tersaji di meja dekat balkon lantai dua.Di kejauhan aku hanya disuguhi pemandangan alam hijau pegunungan sejuk sedikit dingin. Hujan gerimis seperti denting musik yang menenteramkan hati.Di depanku sebuah laptop yang sudah kunyalakan sebelum mataku terpejam. Laptop adalah sebuah lantai dansa, tanganku akhirnya menari-nari di atasnya. Melenturkan otot-otot dalam tubuhku. sel-sel otakku berdenyar-denyar. Selintas suara musik menarik-narik tanganku, tika panggabean menyuruhku Ayo goyang duyu..
Di dalam pejaman mataku, hujan masih terus berlangsung. Satu-satu butiran hujan membentuk sebuah gambar besar di depanku, di sana terlihat alam pegunungan di daerah kaliurang. Bersama teman-teman mahasiswa dari seluruh fakultas menginap di dalam losmen sejahtera. Satu sama lain sebenarnya tidak begitu mengenal akrab. Hanya karena faktor disatukan lewat ospek dulu, kami jadi akrab.Apalagi sekarang bertemu lagi lewat diklat jurnalistik, kami jadi banyak temen yang saling akrab. Gambar yang bisa tampil lewat butiran hujan hanya sosok Eny, dari fakultas hukum uii kalau gak salah, ada jimmy fakultas ekenomi kalau gak salah.Dan gambar yang paling besar adalah sosok Ahmadun Y Herfanda. wartawan-kalau gak salah- masakini yang almarhum- yang kemudian hijrah ke republika (sampai sekarang y?), di situ juga si penulis resensi yang produktif (Miska siapa, butiran hujan tidak menampakkan lebih jelas sosok tersebut)yang terakhir adalah aktivis yang menggerakkan diklat (sholeh UG, yang sekarang sepertinya sedang menikmati jadi pengusaha penerbitan buku di jogja)..
Itulah sebagian pengalaman hujan yang ditampilkan butir-butir hujan saat aku terpejam..

Hujan sudah Berhenti

Hujan sudah berhenti.Hanya dingin kalau malam terasa menggigit.Hari ini, matahari sudah bebas.Tak ada lagi serangan hujan.Orang-orang sepertinya lebih banyak bergerak. Warung-warung yang tadinya mengkerut kembali bergairah.Entah berapa lama gencatan hujan. Yang jelas, hari ini jalan-jalan sudah dipenuhi kendaraan.Jendela-jendela rumah terbuka lebar. Orang-orang keluar dari rumah seperti apa yang dilakukan laron-laron.
Di kampungku hari ini, sebagian masyarakatnya menggantungkan hidupnya dari tani. Jagung-jagung dijemur di halaman rumah. Tetapi sebenarnya yang banyak andil dalam menggerakkan  denyut ekonomi mereka adalah dari sektor industri perkapuran. Hanya saja sektor potensial ini hanya digerakkan dengan manajemen tradisional. Akibatnya bila musim-musim seperti ini sebagian besar pabrik-pabrik pemroses gamping jadi mati suri. Mereka kemudian, terutama buruhnya kembali ke sektor pertanian.
Hidup di kampungku adalah hidup dengan alam penghujan. Menerima hujan sebagai hujan. Para pelurus hidup nyemplung juga dalam kubangan lumpur.Awan jadi hitam dan hujan terusmenerus. Masyarakatnya tersembunyi dalam tempurung. Pemecah tempurung yang telah selesai mengasah kapak di kota juga ikut masuk dalam tempurung.

Selasa, 03 Februari 2009

Hujan itu penting

Pertama yang ingin saya tulis sebenarnya adalah pengalaman hujan, beberapa hari kemudian saya menemukan kata-kata memilih hujan. Saya tinggalkan begitu saja di buku catatan. Saya kembali tenggelam pada kesibukan saya yang tidak berhubungan sama sekali tentang hujan tetapi sebenarnya selalu menerima hujan.

Saya setiap sore, akhir-akhir ini belahan jiwaku sibuk dengan pakaian-pakaian kotor. Gerimis pagi-pagi buta sudah bertamu. Tentu saja banyak pakaian-pakaian yang menggigil kedinginan dari kemarin-kemarin akhirnya tetap meringkuk di tali jemuran yang terlindung dari hujan. Dua bidadari kecilku pagi-pagi sudah berterbangan, tentu saja saya harus selalu mengawasi, melayani, menemani dan menghibur mereka berdua agar mereka tetap ceria di kala hujan maupun tidak.

Saya harus menyiapkan payung bila hujan masih berlangsung, dua bidadariku akan lebih dulu membangunkan tidurku untuk mengajakku terbang menari-nari menghabiskan waktu.Mungkin dalam pikiran kedua bidadariku, bangun adalah waktunya bermain dengan hujan maupun tidak.

Begitulah, hujan ternyata penting. Saya jadi ingin terus menulis walaupun seringkali tidak ada hubungannya sama sekali dengan hujan. Karena di luar hujan cuma rintik-rintik. Tidak berasa tapi sangat terasa dalam aliran ruang-ruang pikiranku.