Selasa, 24 Maret 2009

Gerimis di antaraTerik Matahari

Siang ini anak-anak sekolah mulai memenuhi jalan, sehingga jalan disesaki kendaraan. Dari motor, truk, bus dan andong. Siang terik begini, hujan masih bisa memberi kabar: kalau aku belum rela meninggalkanmu.

Mungkin, ia tak rela aktifitas manusia sepanjang pagi hingga siang ini tak henti-hentinya dipenuhi peluh keringat bercucuran, ucapan-ucapan penuh keluh kesah. Apalagi jalan jadi macet begini, ini masih untung tidak terjadi di jakarta yang ruwet dan semrawut tapi sebuah kota kecil kecamatan yang skala kemacetannya masih bisa ditolerir.

Sepanjang perjalanan naik motor ternyata kepalaku juga sedang melajukan motor dengan jalan meliuk-liuk, dengan harapan; begitu sampai di warnet kepalaku bisa ditumpahkan di blog ini.

Gerimis tadi, mengingatkan kepalaku bahwa keadaan apapun pasti ada sesuatu yang bisa kita berikan. Terserah mau diterima atau tidak.(baca: masih dalam proses penjajakan dan pendalaman). Dan gerimis adalah setitik asa yang menyelinap di antara ruang sempit dan pengap, di antara terik matahari yang menyengat.

Kamis, 19 Maret 2009

Pergantian Musim

Beberapa hari ini, hujan tak lagi datang. Hanya kabar burung lewat cuaca gelap terang, kalau hujan mau datang. Sekarang udara begitu kencang dari selatan. Suasana di dalam rumah terasa panas walaupun hari sudah malam. Para tetangga keluar seperti laron-laron keluar dari tempat persembunyiannya. Ada yang buka baju, ada juga yang sekadar misuh-misuh dengan keadaan yang berubah. Panas teing!

Para sales keliling justru merasa gembira dengan datangnya musim baru, musim kemarau telah tiba, omset penjualan barang dagangan jadi meningkat dibanding bila hujan melulu, itu sebagian kata sales lho yang kebetulan saya jumpai.

Para pejabat di jakarta, juga mungkin sekarang duduk agak nyaman. Tidak lagi diributi masalah banjir melulu yang tak pernah ada niatan yang tulus untuk memperbaiki keadaan. Yang penting sekarang bagaimana mengamankan kursi agar tetap nyaman selamanya ha...ha..ha..

Padahal sebenarnya sama saja, mau ganti musim atau gak masalah ada saja datang. Coba sekarang lihat, banyak anak-anak maupun orangtua pada terkena penyakit batuk, pilek, diari dan sebentar lagi mungkin wabah demam berdarah....

Jadi pergantian musim ini kita jadikan saja sebagai pergantian cara kita melihat apa yang musti kita lihat...terserah mau dengan cara apa kita.

Jumat, 06 Februari 2009

Pengalaman Saat Hujan

Pertama, aku pejamkan dulu mataku, aku bayangkan secangkir cappucino sudah tersaji di meja dekat balkon lantai dua.Di kejauhan aku hanya disuguhi pemandangan alam hijau pegunungan sejuk sedikit dingin. Hujan gerimis seperti denting musik yang menenteramkan hati.Di depanku sebuah laptop yang sudah kunyalakan sebelum mataku terpejam. Laptop adalah sebuah lantai dansa, tanganku akhirnya menari-nari di atasnya. Melenturkan otot-otot dalam tubuhku. sel-sel otakku berdenyar-denyar. Selintas suara musik menarik-narik tanganku, tika panggabean menyuruhku Ayo goyang duyu..
Di dalam pejaman mataku, hujan masih terus berlangsung. Satu-satu butiran hujan membentuk sebuah gambar besar di depanku, di sana terlihat alam pegunungan di daerah kaliurang. Bersama teman-teman mahasiswa dari seluruh fakultas menginap di dalam losmen sejahtera. Satu sama lain sebenarnya tidak begitu mengenal akrab. Hanya karena faktor disatukan lewat ospek dulu, kami jadi akrab.Apalagi sekarang bertemu lagi lewat diklat jurnalistik, kami jadi banyak temen yang saling akrab. Gambar yang bisa tampil lewat butiran hujan hanya sosok Eny, dari fakultas hukum uii kalau gak salah, ada jimmy fakultas ekenomi kalau gak salah.Dan gambar yang paling besar adalah sosok Ahmadun Y Herfanda. wartawan-kalau gak salah- masakini yang almarhum- yang kemudian hijrah ke republika (sampai sekarang y?), di situ juga si penulis resensi yang produktif (Miska siapa, butiran hujan tidak menampakkan lebih jelas sosok tersebut)yang terakhir adalah aktivis yang menggerakkan diklat (sholeh UG, yang sekarang sepertinya sedang menikmati jadi pengusaha penerbitan buku di jogja)..
Itulah sebagian pengalaman hujan yang ditampilkan butir-butir hujan saat aku terpejam..

Hujan sudah Berhenti

Hujan sudah berhenti.Hanya dingin kalau malam terasa menggigit.Hari ini, matahari sudah bebas.Tak ada lagi serangan hujan.Orang-orang sepertinya lebih banyak bergerak. Warung-warung yang tadinya mengkerut kembali bergairah.Entah berapa lama gencatan hujan. Yang jelas, hari ini jalan-jalan sudah dipenuhi kendaraan.Jendela-jendela rumah terbuka lebar. Orang-orang keluar dari rumah seperti apa yang dilakukan laron-laron.
Di kampungku hari ini, sebagian masyarakatnya menggantungkan hidupnya dari tani. Jagung-jagung dijemur di halaman rumah. Tetapi sebenarnya yang banyak andil dalam menggerakkan  denyut ekonomi mereka adalah dari sektor industri perkapuran. Hanya saja sektor potensial ini hanya digerakkan dengan manajemen tradisional. Akibatnya bila musim-musim seperti ini sebagian besar pabrik-pabrik pemroses gamping jadi mati suri. Mereka kemudian, terutama buruhnya kembali ke sektor pertanian.
Hidup di kampungku adalah hidup dengan alam penghujan. Menerima hujan sebagai hujan. Para pelurus hidup nyemplung juga dalam kubangan lumpur.Awan jadi hitam dan hujan terusmenerus. Masyarakatnya tersembunyi dalam tempurung. Pemecah tempurung yang telah selesai mengasah kapak di kota juga ikut masuk dalam tempurung.

Selasa, 03 Februari 2009

Hujan itu penting

Pertama yang ingin saya tulis sebenarnya adalah pengalaman hujan, beberapa hari kemudian saya menemukan kata-kata memilih hujan. Saya tinggalkan begitu saja di buku catatan. Saya kembali tenggelam pada kesibukan saya yang tidak berhubungan sama sekali tentang hujan tetapi sebenarnya selalu menerima hujan.

Saya setiap sore, akhir-akhir ini belahan jiwaku sibuk dengan pakaian-pakaian kotor. Gerimis pagi-pagi buta sudah bertamu. Tentu saja banyak pakaian-pakaian yang menggigil kedinginan dari kemarin-kemarin akhirnya tetap meringkuk di tali jemuran yang terlindung dari hujan. Dua bidadari kecilku pagi-pagi sudah berterbangan, tentu saja saya harus selalu mengawasi, melayani, menemani dan menghibur mereka berdua agar mereka tetap ceria di kala hujan maupun tidak.

Saya harus menyiapkan payung bila hujan masih berlangsung, dua bidadariku akan lebih dulu membangunkan tidurku untuk mengajakku terbang menari-nari menghabiskan waktu.Mungkin dalam pikiran kedua bidadariku, bangun adalah waktunya bermain dengan hujan maupun tidak.

Begitulah, hujan ternyata penting. Saya jadi ingin terus menulis walaupun seringkali tidak ada hubungannya sama sekali dengan hujan. Karena di luar hujan cuma rintik-rintik. Tidak berasa tapi sangat terasa dalam aliran ruang-ruang pikiranku.

Selasa, 27 Januari 2009

Menunggu Hujan

Apa yang terjadi bila perjalanan kita tersendat setelah melihat langit begitu gelap dan tiba-tiba hujan turun deras sekali. Tentu saja bagi yang tidak siap dan terburu-buru ingin sampai pada tempat tujuan, kemungkinan perjalanan terus dilanjutkan (ini mungkin saja, alat yang digunakan dalam perjalanan adalah mobil yang anti hujan) atau yang naik motor yang nekad biar pun baju celana dan sepatu basah semua...

Bagi mereka yang berpikir dua kali, tentu saja kendaraan motornya reflek dipinggirkan ke tempat di mana hujan tidak bisa menjangkaunya. Berharap, hujan tak berlangsung lama. Walaupun akhirnya segala rencana yang telah dirancang dengan matang dengan perhitungan tepat waktu meleset begitu saja.

Di saat-saat menunggu hujan berhenti itulah, segala pikiran apa saja saling berdesingan memenuhi udara di kepalanya. Janjian bertemu dengan seseorang yang sedang ia nanti-nantikan bisa musnah begitu saja. Hp terus berdering: " sampai di mana sekarang, mas? semuanya sudah datang. Ini tinggal nunggu mas saja, acara segera dimulai..". Lelaki itu tentu akan menepuk kepalanya atau menggaruk-garuk rambutnya, "bagaimana nih apa hujan ditrabas saja, sementara ini pakaian satu-satunya yang aku kenakan, jas hujan tidak kebawa. Inilah akibatnya kalau dipersiapkan dengan terburu-buru.."keluhnya dalam hati

Dan kemungkinan orang-orang seperti ini  tidak bisa menikmati hujan adalah keindahan yang tiada tara. Hujan yang bisa mendamaikan hati. Bagi mereka, hujan adalah malapetaka. hujan adalah kesialan. Hujan adalah segala rencana awal jadi berantakan....

Bagi sang pejalan sejati, hujan kemungkinan menjadi sumber inspirasi yang mengalir deras sekali, biar hujan biar terang perjalanan tetap terus dilanjutkan. Bila ingin meluruhkan debu-debu ia akan menepi di tempat yang adem dan damai. Ia menepi bukan karena hujan, tetapi karena ia ingin menepi....

Begitulah sepotong hujan dalam sketsa kehidupan, mempunyai pancaran sendiri-sendiri pada setiap manusia yang mengalaminya...[Pojok warnet, siang semelet.fid]

Kamis, 22 Januari 2009

Biar Hujan, Berangkat Ngaji tetap Jalan

Anak-anak berlarian menghindar rintik hujan sembari tangan kanannya mendekap kitab Al-qur'an. Mereka tertawa-tawa gembira meski baju-baju bersih mereka sedikit basah terkena rintik hujan. Apa pun cuacanya bila waktunya sudah harus mengaji mereka tetap berangkat mengaji. 

Biasanya selepas Ashar atau bahkan sesudah dhuhur sekitar jam dua mereka mulai berangkat mengaji. Kadang mereka berkelompok rame-rame berangkat mengaji, ada juga yang bersepeda. Tapi kebanyakan memilih jalan kaki, karena memang rumah mereka dari tempat mengaji tidak jauh. Itu karena di kampung kami, masih banyak masjid dan mushola atau gedung madrasah yang dipakai buat menempa anak-anak yang belajar mengaji, ada juga yang memakai rumahnya buat tempat belajar mengaji....

Kamis, 15 Januari 2009

Hujan di Depan Toko Cina

Ia menepi dari hujan yang mulai datang. Bajunya sedikit basah oleh tetes hujan. Rambutnya tergerai rada kusut. Mungkin juga karena kena tetes hujan. Wajahnya sedikit mengkerut setelah beberapa lama menepi di emper toko cina. Ia pikir hujan tidak akan lama, ternyata membuat dia mulai kedinginan. Hujan belum mau berhenti. Hujan ingin melihat dia, apakah bisa bertahan sendirian di sana. Dia mulai melihat ke arahku yang tidak jauh dari dia. Aku tersenyum dia tersenyum.Hmm...

Aku pun sebenarnya mulai merasakan dingin. Karena hujan bulan ini, berhenti hanya sebentar sebentar. Sudah dari pagi tadi, matahari tidak mau menampakkan dirinya...

Berkah Hujan

Hujan bagi para petani adalah berkah. Bercocok tanam menjadi mudah. Insyaallah panen padi nanti berhasil dengan sukses, kalau tidak kena bah air yang meluap akibat hujan yang terus-menerus...

Sabtu, 10 Januari 2009

Ini Soal Hujan

Hujan di tanggal sebelas ini, membuatku terpaku di depan layar internet. Ada pekerjaan yang akhirnya aku tinggalkan. Mestinya persiapan membawa jas hujan harus terus terkontrol, perjalanan apapun selalu saja ada yang memberi kita ujian, siapa lagi kalau bukan yang membuat rencana paling maha. Tetapi itulah perjalanan hidup, mengalir seperti air hujan...

Hujan juga menjadi penanda kita, agar segala sesuatu yang sedang kita tekuni dengan sangat intens, suatu saat kalau kita terus konsisten akan menghasilkan sesuatu. Hujan tidak selalu membuat kita kedinginan karenanya. Hujan menjadi teman baik kita, bila kita berpikir bening seperti air hujan...

Tetapi di sana, hujan malah menjadi bencana. Orang-orang pada ngungsi karena hujan telah membuat rumah-rumah mereka tenggelam oleh air hujan. Hujan telah membuat hari-hari mereka jadi tidak normal. Biasa tidur di kasur sekarang tidur di tikar. Biasa makan enak sekarang makan dijatah dengan nasi bungkus.